Monday, November 29, 2010

Saat terakhir bersamanya..


"Selamat kamu memiliki kriteria yang kami cari, selamat bergabung di perusahan asing ini"

"Terima Kasih pak (dengan tersenyum sangat lebar dan berkata dalam hati terimakasih Ya Allah, salah satu mimpiku akhirnya tercoret juga dalam list-ku, terima kasih bapak, ibu dan keluarga yang telah mendukung dan berdoa..)"

setelah diberi pengarahan tentang job desk yang harus saya kerjakan selama menjadi seorang karyawan di perusahaan asing tersebut, saya pulang ke kos. Sesampainya di kos saya langsung telepon bapak..

"Assalamualaikum pak.."
"Waalaikumussalam fam..gimana hasil wawancaranya?"
"Alhamdulillah fahmi keterima pak"
"Alhamdulillah..terus kapan mulai kerja?"
"Mulai besok udah training, dan senin depan sudah mulai hari kerja, ibu ada pak"


di ujung telepon sana terdengan ayah sedang memanggil ibu yang sedang mandi sore,

"Ibu masih mandi, nanti aja telepon lagi, y wes tutup dulu aja, nanti pulsanya mahal, selamat ya.."


"iya pak, Assalamualakum"
"Wa'alaikumussalam"

Di hari pertama aku kerja, di tengah kesibukan bekerja, tiba - tiba handphone bergetar, ku lihat nama yang tertera di layar HP, Bapak menelpon..
kuangkat telepon untuk memulai pembicaraan..

"halo Assalamualakum"
"Wa'alaikumussalam"
"Ada apa pak, tumben telpon"
"ga ada, cuman pengen telpon, gimana kerjanya? enak? ngapain aja?"
"hehe banyak banget pak pertanyaane, alhamdulillah kerjanya enak, kerjanya cuman monitoring frekuensi"
"kerja apa itu?"

dengan sedikit menguraikan jobdesk yang aku kerjakan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh bapakku..

"hmm ya gimana ya,pokoknya mengawasi kinerja tower pak.."
entahlah sejak itu yang diketahui bapak, kerja q adalah seorang teknisi tower, padahal tidak itu saja job desk yang kukerjakan, biarlah pemahaman itu melekat pada bapakku.. :)
*semakin rindu denganmu pak... :(


"y wes kerja yang rajin ya.."

"iya pak"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam"

sejak itu hampir setiap minggu bapak selalu telpon ke aku, menanyakan sekarang dimana?, dikantor atau di lapangan?

Dari sana aku melihat bahwa bapak begitu senang aku, anak pertamanya sudah bisa bekerja sebelum wisuda...
Dalam hati aku bersyukur kepada Allah jika memang bapak bahagia dengan apa yang telah aku capai, meski keinginan untuk membahagiakan beliau lagi untuk memberangkatkan haji harus berakhir sejak beliau meninggalkan aku, ibu dan adik - adikku..

Setelah waktu mudik tiba, akupun pulang ke rumah, dan kulihat kaki bapak sedang diperban, aku bertanya pada ibu, dan ibu menjawab bahwa bapak sakit karena kuku kakinya dicopoti sendiri, dan karena bapak memiliki penyakit diabetes, maka luka itu susah keringnya..

Hari raya Idul Fitri tiba, bapak sudah terlihat membuka sedikit perban yang ada dalam kakinya, tapi itu tidak berlangsung lama. Sore harinya bapak merasa badannya mulai tidak enak. Dan akhirnya bapak semalaman hanya berbaring di kamar tidur.

Keesokan harinya, sesuai tradisi keluarga, di hari kedua lebaran, kai sekeluarga biasa berkunjung untuk bersilaturahmi ke rumah saudara di desa. Bapak sudah terlihat segar pagi itu, dan beliau pun mengajak saya untuk bersilaturahmi ke kumah keluarga yang di desa, dan menyuruh saya cepat mandi, karena ditakutkan terlalu siang untuk berangkatnya.

Entah kenapa selesainya aku mandi, ibu bicara padaku bahwa bapak, tidak bisa ikut, karena badanya demam kembali. Padahal paginya bapak begitu terlihat segar dan sempat untuk membersihkan halaman rumah dan menyiram bunga - bunga.

jadi pada hari itu untuk yang pertama kali dan ternyata untuk yang terakhir kalinya, saya dan keluarga bersilaturahmi ke keluarga yang ada di desa tidak bersama bapak..

Tak terasa waktu cuti bersama yang ditetapkan pemerintah pun tiba. Aku harus kembali ke surabaya untuk melanjutkan kerjaku. Dari sini perasaanku mulai gak enak, sejak hari kedua lebaran bapak hanya bisa berbaring di tempat tidur, sampai aku balik ke surabaya pun bapak masih kurang sehat. Entahlah waktu berangkat tak terasa air mata menetes.jujur aku berusaha menutupinya dengan slayer yang ku pakai. Dalam perjalanan aku berjanji akan menggunakan gajiku untuk membeli alat pengukur gula darah pribadi, aku hanya ingin bapak terus mengontrol gula darahnya rutin, sehingga beliau bisa menjaga pola makanannya. Karena menurut ibu dan saudara - saudara, bapak sangat "nakal" dengan pola makanannya. Belum sehari aku berada di surabaya, siang hari aku diberi kabar oleh adikku bahwa bapak harus di infus untuk membantu pola makannya.KAGET.GAK PERCAYA. yah itu kata yang cocok buat gambarin perasaanku. Baru kemarin malam aku melihat bapak (meski kondisi kurang sehat) baik - baik saja, dalam artian sakit yang diderita tidak perlu diinfus. Tidak lama aku langsung telepon bapak.

Dari percakapan tersebut, bapak seperti ingin menyembunyikan keadaanya. Beliau tidak ingin aku terlalu khawatir akan keadaan beliau dan mengganggu konsentrasi kerjaku. Aku menyadari akan hal itu. Akhirnya dengan sedikit tertawa (untuk menghilangkan nada kekhawatiranku) aku hanya bisa bertanya.

"kog bisa sampai di infus pak??"
"gak tuh bu darman (perawat yang merawat bapak di rumah), katanya harus di infus, bapak ikut aja."

Di saat seperti itu bapak masih sempat menanyakan bagaimana kabarku, bagaimana kerjaku, dan lain-lain.seperti yang beliau rutin tanyakan seminggu sekali ketika aku baru bekerja. Dan aku pun hanya bisa menjawab dengan jawaban yang sama pula. Akhirnya aku akhiri percakapan itu, aku tidak mau air mata ini meleleh lagi. Di kantor pula..Ah cengeng sekali aku ini.

setelah 4 hari bekerja di surabaya, aku pulang lagi ke Banyuwangi, karena ada sepupu yang menikah. idak sabar aku sampai ke rumah. Ingin melihat kondisi bapak yang sehari sebelumnya infusnya sudah dilepas dari tangan beliau. Ketika aku datang aku menjumpai bapak sedang tidur di kamarnya, ingin rasanya mencium tangannya tapi aku tak ingin juga membangunkan tidurnya. Kulihat kondisinya begitu lemah. Kulihat di kamar itu begitu banyak sisa botol cairan infus, dan aromanya pun sungguh seperti aroma rumah sakit, yang diliputi dengan bau obat.

Belum lama aku berada di rumah, siangnya bapak harus diinfus lagi untuk menormalkan kondisi tubuhnya, karena bapak ingin besok yang merupakan hari pernikahan sepupuku, beliau bisa hadir dan menyaksikan langsung. Saat pemasangan infus, aku disuruh untuk membantu memasangnya dengan mengangkat botol infus. Jarum infus belum sampai menusuk tangan bapak, aku sudah mulai merasa mual akan bau obat. Dan aku melimpahkan tugasku ke adikku, dan aku pun keluar dari kamar tersebut. Selain infus bapak juga sudah beberapa hari ini tidak bisa berjalan normal, karena luka di kakinya semakin membesar. Dan muncullah ide untuk membantu bapak berjalan dengan tongkat berjalan. Setelah didapatkan tongkatnya. sejak itu bapak berjalan dengan bantuan tongkat. Dan pada hari pernikahan dan resepsi sepupuku pun ayah masih menggunakan tongkatnya, dan juga sandal hotel yang telah digunting di bagian atasnya agar kaki beliau bisa masuk ke sandal tersebut. Sandal hotel dipilih karena ringan dan mudah untuk dimodifikasi.

Keesokan harinya, tepatnya hari senin bapak sudah terlihat sangat segar sekali. Bapak pun ikut menghitung "uang sawer" dari pernikahan sepupuku. Bahkan beliau juga sudah mengeluarkan guyonan - guyonan khasnya pada saudara-saudara yang lain. Aku senang sekali bapak sudah kembali sehat dan segar. Mungkin hanya butuh menunggu luka di kakinya kering supaya beliau bisa berjalan normal kembali. Begitu pikirku. Aku pun memutuskan untuk pulang malam harinya pada hari itu.

(bersambung)...

0 komentar:

Post a Comment

 
;